Industri logistik Indonesia makin hari makin berbenah di era teknologi saat ini, setelah mampu menurunkan biaya logistik sebesar 40 persen dalam lima tahun terakhir. Pemerintah juga baru-baru ini mengklaim waktu bongkar muat dipelabuhan sudah semakin cepat.
Meski begitu, pemerintah juga mengakui bahwa biaya logistik di Indonesia juga masih tinggi hal ini terlihat dari kenaikan rasio biaya logistik terhadap PDB. Pemerintah melakukan optimalisasi sistem logistik nasional melalui implementasi sejumlah kebijakan. Teranyar, pemerintah meluncurkan Inpres Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
"Ini yang sering kita sebut reformasi logistik yang ketiga atau 3.0, di mana sejak awal kita menyiapkan NLE (National Logistic Ecosystem) ini yang tujuannya menghapus berbagai duplikasi dan menggabungkan serta mengintegrasikan melalui digitalisasi," kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso.
Susi melanjutkan melalui implementasi NLE dwell time Indonesia terus membaik. Per Agustus lalu, dwell time di pelabuhan dan bandara Indonesia disebut mencapai 2,52 hari. Angka itu lebih rendah dari target pemerintah sebesar 2,9 hari. "Dan hanya sedikit di bawah Singapura untuk di kawasan ASEAN," ujarnya.
Meskipun waktu bongkar muat menyusut, biaya logistik nasional masih meningkat. Berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia sebesar 14,29 persen pada 2022, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 13,36 persen. "Ini sudah cukup baik di bawah 15 persen," bebernya.
Melalui penerapan dan pengembangan NLE, pemerintah berupaya untuk terus menekan biaya logistik. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, pemerintah menargetkan biaya logistik dapat ditekan menjadi 8 persen terhadap PDB. "Mudah-mudahan ini target kita bersama yang nanti seiring dengan visi Indonesia emas bisa kita capai bersama-sama," tutupnya.